Jumat, 16 Desember 2011

Memahami Passion Dalam Bekerja

Mungkin kita masih ingat bagaimana Thomas Alpha Edison, salah satu penemu besar sepanjang sejarah manusia, dikenang karena kecintaannya pada pekerjaannya. Passion yang dimilikinya dalam bekerja begitu luar biasa. Kalau dia sudah berada di laboratoriumnya, rata-rata tidurnya cuma empat jam sehari. Tidak jarang dia bisa terjaga hingga 48 dan bahkan 72 jam kalau penemuannya mendekati penyelesaian. Dalam kasus penemuan lampu listriknya yang terkenal, ia melakukan ribuan eksperimen untuk menentukan material yang sesuai. Orang yang memiliki passion, memang merasakan keterlibatan yang mendalam dengan pekerjaannya. Mereka bisa ‘senang’ bekerja, meskipun harus dengan waktu dan tenaga ekstra. Tidak heran, cukup banyak organisasi yang menggunakan passion ini sebagai salah satu nilai-nilai yang perlu dianut oleh karyawannya. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan passion? Apa dampak passion seseorang pada bawahannya, rekan kerja atau timnya?

Passion adalah perasaan positif yang kuat yang secara sadar dialami seseorang saat melakukan aktivitas yang sekaligus juga terkait dengan peran yang dianggap bermakna dan penting bagi identitas diri seseorang (Cardon et al., 2008). 
Ada dua elemen kunci di sini: Pertama, kehadiran passion sebagai perasan positif dan intens yang selalu hadir. Kemunculannya bukan pada waktu-waktu tertentu (episodic) atau muncul secara tiba-tiba karena dipicu sesuatu. Kedua, passion tidak sekadar emosi positif yang dirasakan oleh seseorang, tapi juga terkait dengan hubungan identitas antara orang tersebut dengan pekerjaan atau perannya dalam pekerjaan. Identitas di sini berhubungan dengan makna yang diperoleh seseorang saat ia memerankan satu posisi, atau menjalankan pekerjaan tertentu. Seorang yang menjadi kepala departemen misalnya, akan mengalami perasaan positif dan intens atas departemennya, dan perannya sebagai “kepala” merupakan bagian utama dari identitas dirinya. Orang semacam ini melihat seuatu tentang departemennya yang tidak dilihat oleh orang lain, merasakan apa-apa yang terjadi pada departemennya dan mencoba menjaganya secara pribadi. Kegagalan atau kemunduran departemennya, adalah kemunduran dirinya.

Dalam banyak penelitian ditemukan, orang yang memiliki passion, apapun profesinya, cenderung untuk lebih berhasil. Passion membuat individu terpinspirasi untuk bekerja lebih keras dan memiliki efek yang lebih baik pada lingkungan sekitarnya.Passion juga dianggap punya pengaruh yang kuat pada kreativitas, kekukuhan (persistence) , dan tenggelam dalam pekerjaannya (occupied) (Cardon et al, 2005). Dalam kondisi passion, seseorang juga merasa positif untuk menetapkan sasaran yang menantang bagi dirinya. (Seo, et al., 2004). Artinya, ia ingin mencapai sesuatu yang bernilai yang bisa saja tidak mudah. Tapi, justru itu yang dicari ! Saat individu itu mendapatkan masalah dalam upaya pencapaian sasarannya, ia biasanya memanfaatkan kreativitasnya. Bila untuk sasaran itu dibutuhkan waktu yang lama, ia akan terus bertahan, mencoba dan mencoba lagi (Sy et al., 2005). Inilah yang menjelaskan mengapa para inovator disebut-sebut memiliki passion yang besar pada pekerjaannya. Seperti contoh kita di awal tadi, kita mungkin tidak bisa hidup dengan nyaman seperti sekarang menggunakan lampu listrik kalau passion Thomas A. Edison tidak begitu kuat. Kita juga mungkin tidak akan terbang dengan pesawat terbang seperti sekarang bila Orville dan Wilburgh Wright – penemu pesawat terbang bertama - bertahan 13 tahunan untuk bisa menerbangkan mesin yang mereka ciptakan. Passion seakan memberi tenaga kepada siapapun dalam menjalankan pekerjaannya. Mereka akan melakukan apapun yang dipandang perlu untuk merealisasikan visi mereka (Chang, 2001; Shane, 2003)

Tunjukkan Passion Anda


Individu berbeda dalam mengatur pengalamannya atas perasaan dan emosi seperti passion. (Gross 1998). Begitupula dalam hal kemampuan mereka mengontrol ekspresi atau menunjukkan afeksi tersebut saat mereka mengalaminya. Kadang-kadang, ada orang yang tidak ingin terlihat ia sedang mengalami satu kondisi emosi tertentu, karena norma-norma sosial atau memang ia berkeinginan untuk menyimpannya saja ketimbang menunjukkannya. Sebaliknya, ada juga orang yang menampilkan pseudo-emotions. Orang-orang ini, justru menyajikan ekspresi yang berbeda dari apa yang dialaminya secara emosionil.
Umumnya individu akan mengekspresikan hal-hal yang positif, ketimbang yang negatif, saat ia berada dalam lingkungan yang relatif dekat. Dengan teman, dengan kolega kerja atau dengan keluarga. Dalam bekerja, tunjukkanlah passion anda ke lingkungan terdekat anda. Apalagi sebagai seorang atasan. Berbagi passion ini; dengan menerapkan sasaran yang lebih menantang, dan sebagainya, akan menunjukkan komitmen anda dan menularkannya kepada bawahan anda. Secara bersama-sama, anda akan berupaya mencapai sasaran yang relevan untuk mempertahankan afektif positif ini. Pada gilirannya, ini akan meningkatkan kerjasama, mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kepuasan saat bersama-sama mencapai apa yang diinginkan.
Meskipun begitu, ada yang tetap harus diwaspadai bila kita dalam kondisi passion. Karena sedang berada dalam kondisi positif, kerap kita kurang awas dalam memproses informasi. Cenderung membuat kita puas diri (complacency), dan merasa segala sesuatunya sudah aman. Dalam taraf yang lebih tinggi, kita kadang menjadi terobsesi dan lupa berbagai efek negatif atas langkah yang kita jalankan. Passion, OK, tapi kalau terobsesi, ceritanya jadi lain.

Passionnate: YES, Obessesed ; NO


Bila kondisi passion seseorang berlebihan, maka dampaknya bisa disfungsional. Mungkin orang akan persistence, kukuh, mempertahankan apa yang tadinya ingin dijalankannya meskipun ada banyak fakta yang menunjukkan dia di jalan yang salah. Dalam manajemen pengambilan keputusan, ini dikenal dengan irrational escalation of commitment. Saking terobsesinya, kadang-kadang orang ingin membuktikan bahwa apa yang diputuskan dan dijalankannya memang hal yang tepat. Rumitnya, semakin seseorang merasa bertanggung jawab atas satu kegagalan, semakin ia merasa kukuh dengan keputusannya. Ia merasa harus terlihat konsisten dengan ap a yang sudah dikatakan dan diputuskannya. Kalau kita tidak bisa membedakan kapan dan mana situasi kita perlu kukuh dan mana yang tidak, tentu situasi tambah runyam. Misalnya, seorang pengusaha yang sudah ”kejebur” berinvestasi 1 miliar, namun progres usahanya belum terlihat baik, cenderung untuk menambah investasinya karena kegigihan yang dimiliki. Ujung-ujungnya, si pengusaha ini bisa gagal (terlibat hutang ?!). Terobsesi, juga memberi masalah dikaitkan dengan respon kita atas kegagalan. Seringkali kita tidak siap melihat kenyataan kita gagal dalam satu pencapaian. Jadi, To be passionate, but not obsessed; to be determined, bu not to define ourselves by either our succesess or our failures (Shih, 2008). Dengan begini, secara mental dan emosionil kita tetap bisa resiliens (tahan uji) dalam menghadapi kegagalan dan berbagai kendala.
(sumber: http://www.ooh-gitu.com/)

0 komentar:

Posting Komentar